PEMULIHAN ekonomi pascapandemi Covid-19 menuai hasil sangat baik. Setelah terkoreksi 2,07 persen pada 2020, ekonomi Indonesia bisa tumbuh 3,69 persen pada 2021.
Namun, itu membawa konsekuensi pada peningkatan serius emisi karbon. Dalam waktu singkat, emisi karbon telah meningkat melampaui kondisi sebelum pandemi.
Mengutip laporan yang dirilis United Nations Environment Programme (UNEP), emisi karbon yang dihasilkan oleh tiga sektor, yakni pembangkit listrik, industri, dan residensial, sepanjang JanuariāMei 2021 sudah melampaui level sebelum pandemi. Padahal, saat pandemi tahun 2020 saja, emisi karbon turun dari 638 juta ton ke 579 juta ton.
Emisi karbon diprediksi akan terus meningkat dan berperan besar dalam menciptakan perubahan iklim dan menimbulkan bencana. Sepanjang 2021, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat lebih dari 5.000 bencana di Indonesia.
Dari itu, 99,5 persen merupakan bencana hidrometeorologi yang disebabkan perubahan iklim. Kerugian ekonominya mencapai rata-rata Rp 22,8 triliun per tahun.
Ke depan, perubahan iklim menjadi ancaman serius bagi perekonomian global dan nasional, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung menyebutkan, biaya yang ditimbulkan akibat cuaca ekstrem dapat mencapai 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2050.
Namun, bila dilakukan mitigasi sesuai komitmen Paris Agreement, biaya tersebut bisa berkurang menjadi 4 persen dari PDB.
Peran Pemerintah dan Bisnis
Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah cukup lama punya perhatian besar terhadap emisi karbon. Tahun 2016, pemerintah mengesahkan Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16. Untuk mencapai komitmen tersebut, Indonesia telah menetapkan kontribusi target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).
Yaitu, sebesar 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan dukungan kerja sama internasional dari kondisi tanpa ada aksi (business as usual) pada tahun 2030. Biaya yang dibutuhkan pun sangat besar. Untuk merealisasikan komitmen dengan sumber daya sendiri, diperlukan USD 365 miliar, sedangkan dengan dukungan internasional, dibutuhkan USD 479 miliar.
Untuk suksesnya komitmen itu, pemerintah terus berupaya dengan melakukan banyak hal. Di antaranya, pengembangan keuangan berkelanjutan melalui kebijakan fiskal, penerbitan instrumen pembiayaan hijau, dan menarik keterlibatan peran sektor privat. Selain itu, pemerintah menjalin kerja sama dengan otoritas sektor keuangan guna mencapai target yang ditetapkan.
Komitmen tersebut akan lebih cepat tercapai apabila seluruh sektor turut berkontribusi dalam mengurangi emisi karbon. Climate Transparency Indonesia mendokumentasikan, 99 persen emisi karbon pada 2020 disumbang oleh sektor bisnis. Di antaranya adalah sektor industri, konstruksi, tenaga listrik, dan sektor terkait energi lainnya. Sementara itu, sektor rumah tangga hanya menyumbang 1 persen dari total jumlah emisi karbon di Indonesia.
Sektor bisnis dalam menggunakan bahan bakar fosil sebagai energi seperti batu bara dan minyak akan melepaskan gas atau emisi karbon ke atmosfer. Dengan begitu, benar adanya jika perusahaan sebagai pelaku dari sektor bisnis dikelompokkan dalam penghasil emisi karbon terbesar.
Peran nyata perusahaan (sektor bisnis) untuk turut terlibat dalam mengurangi emisi karbon dapat dilakukan dengan mengungkapkan aktivitas-aktivitas yang merujuk pada upaya dalam pengurangan emisi karbon. Sustainability report dapat menjadi platform yang membantu perusahaan dalam mengungkapkan aktivitas pengurangan emisi karbon.
Aktivitas pengurangan emisi karbon akan ditangkap sebagai sinyal positif bagi para investor sehingga perusahaan mendapat dukungan dan legitimasi dari seluruh pemangku kepentingannya. Perusahaan yang melakukan pengurangan emisi karbon dianggap tidak hanya berfokus pada profit, tetapi juga memperhatikan aspek etika moral. Perhatian terhadap penurunan emisi karbon dianggap sebagai upaya penyelamatan kelangsungan hidup manusia.
Dukungan dan legitimasi dari pemangku kepentingan tersebut tentu akan membuat perusahaan lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan keuangannya. Tindakan tersebut juga menjadi mitigasi terhadap kerusakan lingkungan, sekaligus penanganan terhadap tekanan masyarakat perihal kerusakan lingkungan.
Perusahaan akan diuntungkan dengan penjualan yang meningkat karena mendorong preferensi konsumen untuk menggunakan barang dan jasa dari perusahaan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Meski memiliki nilai positif bagi kelangsungan perusahaan, ternyata kesadaran perusahaan untuk melaporkan sustainable report-nya dalam lima tahun terakhir masih jauh dari harapan. Pada Desember 2021, dari 766 emiten yang merumput di Bursa Efek Indonesia, baru ada 154 perusahaan atau hanya 20,1 persen yang melaporkan usaha mereka dalam mengurangi emisi karbon. Fakta itu menunjukkan masih rendahnya kesadaran perusahaan di Indonesia terhadap bahaya kerusakan lingkungan yang disebabkan emisi karbon.
Tampaknya, banyak perusahaan yang hanya memikirkan kepentingan jangka pendek dalam praktik bisnis. Mereka tidak memikirkan dampak kerusakan lingkungan yang mengancam kehidupan manusia pada masa yang akan datang sebagai akibat besarnya emisi karbon yang dilepaskan ke udara.
Padahal, ancaman nyata atas perubahan iklim yang disebabkan pelepasan emisi karbon di udara sudah mulai dirasakan dalam berbagai bentuk bencana yang menimpa umat manusia, khususnya di Indonesia.
Perluasan Pajak Karbon
Perhatian terhadap penurunan emisi karbon dalam jangka panjang akan sangat menguntungkan perusahaan. Perusahaan akan diuntungkan dengan peningkatan penjualan karena preferensi konsumen untuk menggunakan barang dan jasa dari perusahaan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Untuk itu, diperlukan pengungkapan aktivitas-aktivitas yang merujuk pada upaya dalam pengurangan emisi karbon sebagai salah satu bentuk mitigasi terhadap kerusakan lingkungan. Itu sekaligus sebagai penanganan terhadap tekanan masyarakat perihal kerusakan lingkungan.
Selain itu, perusahaan perlu mengintegrasikan gagasan pengurangan emisi karbon ke dalam kebijakan bisnis yang diambilnya, seperti menerapkan konsep investasi hijau dan pendanaan hijau. Dengan menerapkan kebijakan investasi hijau, perusahaan hanya bersedia mengambil dan melaksanakan proyek-proyek investasi yang ramah lingkungan.
Dengan menerapkan kebijakan pendanaan hijau, perusahaan hanya akan mencari sumber pendanaan dari lembaga-lembaga keuangan yang sangat concern pada isu keselamatan lingkungan.
Untuk mempercepat tercapainya penurunan emisi karbon yang signifikan, pemerintah juga perlu membuat kebijakan yang mendorong seluruh perusahaan untuk meningkatkan aktivitas pengurangan emisi karbon. Penerapan pajak karbon yang telah dilangsungkan pada Juli 2022 di sektor PLTU perlu segera diterapkan secara lebih luas di sektor-sektor yang lain.
Pajak karbon akan menstimulasi perusahaan untuk menekan emisi karbon. Sebab, penghasil emisi karbon yang tinggi akan dikenai pajak yang tinggi pula. Sebaliknya, penghasil emisi karbon yang rendah akan memperoleh reward pajak yang rendah. (*)
https://harian.disway.id/amp/641189/tangani-emisi-karbon-tingkatkan-kinerja